SEDEKAH LAUT ROWO
SEDEKAH LAUT ROWO
Mirit, Danramil Rizqi Sudarmanto serta Zam Zam R dampingi Kotib selaku Camat Mirit ikuti Prosesi Sedekah laut di Desa Rowo pada hari ini Selasa (17 /10). Desa Rowo merupakan desa paling timur di Kecamatan Mirit dan berbatasan dengan Kabupaten Purworejo dan Samudera atau lebih dikenal dengan laut selatan dengan
ombak yang besar, apalagi ketika sedang pasang. Di pantai ini. lingkungannya masih alami, terjaga, dan cukup bersih. Gunduk pasir atau gunungan pasir di pinggir pantai juga terjaga dengan baik, bahkan saat ini sudah ditumbuhi oleh ribuan vegetasi cemara.
Lahan gunduk pasir di Pantai Rowo ini dijadikan lahan penelitian oleh mahasiswa UGM sejak beberapa tahun lalu. Beruntungnya, hingga saat ini masih terpelihara dengan sangat baik. Cukup unik untuk dijadikan spot foto, karena kita bisa mengambil background di dalam hutan cemara, namun berlatar belakang pantai. Selain itu, di sepanjang hutan cemara ini terdapat laguna, atau masyarakat lokal menyebutnya “segoro anakan”.
Salah satu adat unik pada masyarakat lokalnya adalah adat sedekah laut serta adat grebeg Rowo yang dilaksanakan setelah hari Raya Idhul Fitri ke 7 atau 8 Syawal. Adat Grebeg Rowo ini bisa dikatakan sebagai ajang silaturahmi sekaligus wisata. Adat ini bahkan sudah menjadi acara tahunan yang dianggap sebagai rangkaian adat bagi masyarakat Kecamatan Mirit dan sekitarnya.
Beralih ke adat, di pantai Rowo ini juga dilaksanakan acara adat tahunan yang digelar oleh masyarakat yang bermatapencaharian nelayan.
acara sedekah laut ini dilakukan pada hari Selasa atau Jumat Kliwon penanggalan Jawa di awal bulan Asyura.
“Tujuan diadakannya sedekah laut ini adalah untuk memberikan rasa syukur untuk apa yang mereka terima dan dapatkan dari laut selama setahun. Selain itu, sedekah laut ini juga ditujukan untuk memohon keselamatan selama para nelayan melaut”
Prosesi upacara adat sedekah laut ini diawali dengan pelarungan sesajen. Berbagai kelengkapan sesajen yang disiapkan antar lain adalah kepala kambing yang sudah dibungkus dengan kain putih (mori), bunga setaman, kelengkapan ageman (pakaian) dan alat kecantikan wanita, tujuh rupa buah, tujuh rupa pisang, serta tumpeng.
Pemilihan kelengkapan sesajen tersebut dilakukan atas dasar keyakinan bahwa benda-benda itu adalah benda kesukaan Ratu Kidul. Masyarakat lokal sangat percaya bahwa Ratu Kidul ada sebagai perantara Tuhan untuk menjaga laut kidul (laut selatan) beserta isinya.
Pelarungan ageman atau pakaian biasanya lengkap, mulai dari ageman batik, tusuk konde, dan juga alat kecantikan untuk bersolek. Sosok Ratu Kidul ini digambarkan begitu anggun seperti putri raja atau putri keraton pada umumnya.
Proses pelarungan sesajen ini dilakukan oleh para keluarga nelayan dan dilakukan di tengah laut, para keluarga nelayan melakukan arak-arakan sesajen dari desa menuju sungai Wawar, yaitu sungai yang menjadi akses untuk menuju ke laut. Setelah itu puluhan perahu nelayan akan beriringan menuju laut untuk melarung sesajen tersebut.
Menurut Kotib selaku Camat Mirit
Budaya dan adat masyarakat lokal Kecamatan Mirit ini haruslah dihormati dan dijaga sebagai bentuk kekayaan budaya di Indonesia.
(Dws)